Etika Dalam Pendidikan Islam
Al-Ghozali sangat menyetujui tentang pentingnya
aspek keagamaan dalam pendidikan, tapi tidak mengabaikan aspek amaliah meskipun
beliau tidak terlalu memusatkan perhatiannya pada aspek ini. Beliau
menganjurkan agar pendidikan dilandasi dengan agama dan akhlaq. Itulah sebabnya
beliau berpandangan bahwa teknik mengajar merupakan pekerjaan yang paling utama
yang harus diikuti setiap orang. Pandangan demikian didasarkan atas dalil ‘aqli
dan naqli.
Dasar dalil naqli al-Ghozali ialah hadits yang
menceritakan bahwa Rosulullah SAW pada suatu hari melihat dua majelis yang
salah satunya terdiri dari kelompok orang yang berdoa kepada Allah SWT dan
mencintai-Nya; dan sekelompok lainnya sedang mengajar orang banyak. Rosulullah
bersabda, “Mereka yang berdoa kepada Allah SWT, bila Allah menghendaki, maka
Dia akan mengabulkannya, atau jika menghendaki, Allah akan menolaknya.
Orang-orang yang mengajar orang banyak, maka akupun diutus menjadi guru, lalu
beliau menggabungkan diri dan duduk bersama mereka.” Hadits lainnya mengatakan
bahwa Rosulullah SAW bersabda: Orang-orang yang menjadi penggantiku akan
mendapat rahmat Allah. Lalu ditanyakan; Wahai Rosulullah, siapakah
pengganti-pengganti engkau. Maka beliau menjawab: Orang-orang yang mencintai
sunnahku dan mengajarkannya semata-mata untuk beribadah kepada Allah.
Dalil ‘aqli dari pandangan beliau ialah
pernyataan beliau bahwa Sesungguhnya sebaik-baiknya pekerjaan ialah yang sesuai
dengan tempatnya, seperti halnya pertukangan kemasan lebih tinggi daripada
penyamak kulit; karena yang pertama adalah emas dan tempat kedua adalah kulit
bangkai (binatang), maka itu pekerjaan mengajar itu adalah kegiatan yang paling
dibutuhkan dan paling sempurna peranannya. Karena itu seorang guru adalah orang
yang paling banyak mengurusi hati dan jiwa manusia, paling mulia dalam hatinya.
Sedangkan pekerjaan guru adalah menyempurnakan dan menyucikan hati itu dan
serta membimbingnya ke arah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Maka dari itulah pekerjaan mengajar ilmu itu
merupakan ibadah kepada Allah dan tugas kekholifahan Allah. Guru yang mengajar
adalah menjalankan tugas kekhalifahan Allah. Sesungguhnya Allah membuka hati
orang yang berilmu yang menjadikan dirinya memiliki sifat istimewa bagaikan
harta kekayaan yang terdapat di dalam hasanah jiwanya.
Dengan demikian sudah jelas sebenarnya beliau menempatkan pekerjaan
mengajar itu pada tempat yang paling tinggi, karena pekerjaan ini
merupakan paling mulia dan pekerjaan yang paling mendekati pekerjaan Rosulullah
serta pekerjan bagi orang yang sholeh-sholeh. Oleh karena itu al-Ghozali
menyebut guru sebagai penunjuk jalan yang terpercaya (Rasyid al-Amin).
Sebagai konsekwensi logis atas posisi strategis
pendidik di tengah komunitas masyarakat, maka al-Ghozali memberikan
batasan-batasan ketat bagi profesi pendidik sebagai prasyarat yang harus
dipenuhi, karena bagaimanapun semua orang yakin bahwa pendidik memiliki andil
yang cukup besar terhadap keberhasilan pembelajaran. Tentunya keyakinan ini
muncul karena manusia adalah makhluq yang lemah, dan dalam perkembangannya
senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir bahkan hingga saat meninggal. Di samping itu manusia
adalah makhluq Allah yang paling sempurna yang dijadikan kholifah di muka bumi
ini.
Pertama;
Pendidik harus mempunyai sifat kasih sayang terhadap anak
didik serta mampu memperlakukan mereka sebagai mana anak mereka sendiri. Sifat
kasih sayang pendidik pada akhirnya akan melahirkan keakraban, percaya diri dan
ketentraman belajar. Suasana yang kondusif inilah yang masih mempermudah proses
transformasi dan transfer imu pengetahuan.
Kedua;
Pendidik melakukan atifitas karena Allah SWT.
Artinya, pendidik tidak melakukan komersialisasi dunia pendidikan. Dunia
pendidikan adalah sarana transfer ilmu pengetahuan yang merupakan kewajiban
setiap orang yang berilmu.
Ketiga;
Pendidik harus memberi nasehat yang baik kepada anak
didik.nasehat ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Seperti, pendidik harus
mengarahkan murid dalam tahapan-tahapan belajar. Nasehat itu biasa berupa warning
orientasi belajar, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kempat;
Pendidik harus mampu mengarahkan anak didik kepada hal-hal
yang positif dan mencegah mereka melakukan aktifitas yang destruktif. Segala
bentuk nasehat ini dilakukan dengan cara yang halus dan tidak melukai
perasaan.hal untuk menjaga kestabilan emosi mereka dalm kerangka proses
belajar. Hal ini menjadi penting karena berkaitan dengan pengalaman anak.
Kelima;
Mengenali tingkat nalar dan intelektualitas anak didik. Hal ini
diperlukan sebagai acuan untuk menentukan kadar ilmu pengetahuan yang akan
diperlukan.pendidik harus memahami perbedaan individu anak didi, sehingga dapat
di identifikasi kemampuan khususnya.dalam konteks ini pendidik dituntut untuk
berkomukasi dengan “bahasa” mereka agar proses belajar dapat berjalan
dengan baik dan tepat sasaran.
Keenam; Pendidik harus mempu menumbuhkan kegairahan murid terhadap ilmu yang
dipelajarinya tanpa menimbulkan sikap apriori terhadapa disiplin ilmu yang
lain. Hal ini diperlukan untuk menghindarkan anak didik terjebak pada sikap
fanatik terhadapap suatu disiplin ilmu dan melalaikan yang lain.
Ketujuh; Pendidik harus mempu mengidentifikasi kelompok anak didik usia dini dan
secara khusus memberi materi ilmu pengetahuan sesuai dengan perkembangan
kejiwaan. Kelompok usia dini ini lebih tepat diberi ilmu praktis, tanpa
argumentasi yang “berat” dan melelahkan.
Kedelapan;
Pendidik harus mempu memberikan teladan kepada anak
didiknya. Perilaku harus sesuai dengan kapasiatas keilmuan. Di samping
pendidik, al-Ghozali juga berpandangan bahwa unsur terpenting dalam pendidikan
adalah anak didik. Secanggih apapun metode yang digunkan, jika tidak didukung
oleh kondisi terbaik anak didik maka proses pendidikan itu tidak berhasil anak
didik dalam proses pendidikan ditempatkan sebagai obyek sekaligus subyek.
Kondisi anak didik sangat menentukan suksesnya proses pendidikan. Untuk mendukung
anak didik agar mencapai kondisi ideal, al-Ghozali memiki sepuluh kriteria yang
harus di upayakan oleh anak didik.
Pertama; Sebelum memulai proses belajar, anak didik harus terlebih dahulu
menyucikan jiwa dari perangai buruk dan sifat tercela. Belajar bermakna ibadah
yang berorientasi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Belajar tidak ubahnya
sholat yang menuntut kesucian lahir batin.
Kedua;
Semampu mungkin anak didik harus menjauhkan diri dari
ketergantungan terhadap dunia. Fokus terhadap persoalan dunia akan menggangu
konsentrasi anak didik terhadap ilmu yang dipelajarinya.
Ketiga;
Anak didik harus bersikap rendah hati, memperhatikan intruksi dan
arahan pendidik, dan mampu mengontrol emosinya.
Keempat;
Anak didik harus menghindarkan diri dari suasana perdebatan yang
membingungkan. Anak didik juga perlu memfokuskan dri pada bidang yang telah
diarahkan oleh pendidknya sebelum mepelajari pendapat lain.
Kelima; Anak didik harus mempunyai
semangat mempelajari semua ilmu pengetahuan yang layak dipelajari (al-‘Ulum
al-Mahmudah) sebagai konsekwensi adanya keterkaitan antardisiplin ilmu
pengetahuan.
Keenam;
Anak didik harus belajar gradual. Ia perlu menentukan skala
prioritas ilmu pengetahuan dengan acuan kepada manfaatnya, dalam hal ini adalah
ilmu agama.
Ketujuh;
Anak didik harus memahami hinarki ilmu pengetahuan. Sebab
ada tahapan alami dalam ilmu pengetahuan, yang karenanya mempelajari suatu
cabang ilmu akan mengantarkan pada cabang ilmu yang lain. Untuk itu, anak didik
harus memahami hakikat-hakikat ilmu dengan menutup mata akan danya perselisihan
atau keselahan orng yang menekuninya.
Kedelapan; anak didik harus memahami nilai ilmu pengetahuan yang dipelajari dan
menentukan mana yang lebih utama dari yang lain.
Kesembilan; Anak didik memmpunyai
orientasi atas pendidikannya;tujuan jangka pendek, yaitu meperbaiki dan
membersihkan jiwanya;sedangkan orientasi jangka panjang adalah mendekatkan diri
pada Allah SWT dan berusaha menaikan derajatnya setara dengan malaikat.
Kesepuluh; Anak didik harus hati-hati dalam memilih sosok pendidik demi
kelangsungan proses belajar yang positif.
Memahami uraian al-Ghozali dapat dipahami bahwa dalam dunia pendidikan
aspek-aspek positif dan psikomotorik perlu mendapatkan perhatian.sebaliknya
al-ghozali menempatkan aspek kognitif. Dalam prioritas kedua.pertimbangannya;
jika anak kecil sudah terbiasa melakukan hal ynag positif maka dimas berikutnya
akan lebih mudah berkepribadian saleh.kemudia secara otomatis pengetahuan yang
bersifat kognitf akan mudah diperoleh.